SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH PLASTIK :
INSINERATOR DAN DAUR ULANG
I. PENDAHULUAN
Plastik merupakan bahan polimer
sintetik yang tidak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari. Plastik telah
menjadi bagian yang penting dan menjadi kebutuhan primer setiap orang. Mulai
dari perlengkapan rumah tangga, perlengkapan sekolah, perangkat komputer,
telepon, kabel, mainan anak-anak, pembungkus makanan sampai klep jantung
buatan, semuanya tidak lepas dari campur tangan polimer sintetik ini. Plastik
telah banyak berjasa dan memberi kemudahan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Namun benarkah tidak ada masalah yang ditimbulkannya?
Sebelum membahas lebih lanjut
mengenai permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan plastik dan
penanggulangannya, ada baiknya jika penulis membahas secara singkat mengenai
polimer. Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam (seperti
pati, selulosa, dan sutra) dan polimer sintetik (seperti polimer vinil).
Plastik yang dikenal sehari-hari sering dipertukarkan dengan polimer sintetik.
Ini disebabkan karena sifat plastik yang mudah dibentuk (bahasa latin; plasticus
= mudah dibentuk) dikaitkan dengan polimer sintetik yang dapat dilelehkan dan
diubah menjadi bermacam-macam bentuk. Padahal sesungguhnya plastik mempunyai
arti yang lebih sempit.
Plastik termasuk bagian polimer termoplastik, yaitu polimer
yang akan melunak apabila dipanaskan dan dapat dibentuk sesuai pola yang kita
inginkan. Setelah dingin polimer ini akan mempertahankan bentuknya yang baru.
Proses ini dapat diulang dan dapat diubah menjadi bentuk yang lain. Golongan
polimer sintetik lain adalah polimer
termoset (materi yang dapat dilebur pada tahap tertentu dalam
pembuatannya tetapi menjadi keras selamanya, tidak melunak dan tidak dapat
dicetak ulang). Contoh polimer ini adalah bakelit yang banyak dipakai untuk
peralatan radio, toilet, dan lain-lain.
Penemuan dan pengembangan
polimer sintetik didasarkan pada adanya beberapa keterbatasan yang ditemukan
pada pemanfaatan polimer alam. Polimer sintetik yang perkembangannya sangat
pesat adalah plastik. Kemudahan dan keistimewaan plastik telah banyak menggantikan
penggunaan bahan-bahan seperti logam dan kayu dalam membantu kehidupan manusia.
Contoh plastik yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah polietilena (bahan pembungkus, kantong
plastik, mainan anak, botol), teflon
(pengganti logam, pelapis alat-alat masak), polivinilklorida (untuk pipa, alat rumah tangga, cat, piringan
hitam), polistirena (bahan
insulator listrik, pembungkus makanan, styrofoam, mainan anak), dan
lain-lain.
Dengan bertambahnya jumlah
penduduk dunia, maka bertambah pula penggunaan sumber daya alam dan energi
secara besar-besaran. Hal itu mengakibatkan jumlah sampah menjadi sangat
meningkat. Di antara sampah tersebut, sampah plastik merupakan sampah yang
paling sulit penanganannya, karena sampah plastik tidak dapat terurai dalam
lingkungan. Akibatnya, sampah plastik sudah menjadi masalah lingkungan berskala
besar dan harus segera dicari penyelesaiannya.
Di
negara-negara maju, berbagai metode penyelesaian permasalahan sampah sudah di
uji cobakan, dari skala terkecil sampai terbesar. Hasil penelitian tersebut
telah memberikan gambaran dalam memilih salah satu model yang paling tepat
untuk diterapkan menyesuaikan kondisi lingkungan dan sumber daya setempat.
Dalam penanganan sampah organik dengan teknologi pengomposan sampah rumah
tangga, prosesnya sangat bergantung pada “keajaiban” bakteri, baik bakteri
aerob maupun bakteri anaerob yang membantu proses fermentasi atau dekomposisi.
Secara ilmiah berbagai hasil ekperimen tersebut sangat signifikan membantu
mereduksi timbunan dan tingkat pencemaran kandungan toksik sampah rumah tangga.
Teknologi
pengolahan sampah dengan memakai metode sanitary Landfill, Mini Komposter,
Vermicomposting, Insinerator, Open Windrow, Bak Aerasi, Bio Filter dan masih
banyak lagi merupakan alternatif cara untuk menyelesaikan permasalahan sampah.
Masing – masing teknologi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dalam
penerapannya atau pengoperasiannya. Jika tidak berhati – hati menyeleksi teknologi
yang digunakan, maka akan berakibat fatal bagi penggunanya, baik dari segi
ekonomis, kesehatan, waktu dan emosi. Hal itu
dapat terjadi karena tiap teknologi memiliki banyak kekhususan, misalnya
ukuran-ukuran dan jenis bahan baku,
perlakuan, serta perawatan khusus.
Berbeda
halnya dengan penanganan sampah organik yang kebanyakan berasal dari sampah
rumah tangga, penanganan sampah plastik lebih membutuhkan perhatian dan
pendekatan yang berbeda. Plastik memiliki beberapa keunggulan, seperti kuat,
ringan, dan stabil. Namun, plastik sulit terurai oleh mikroorganisme dalam
lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius. Dalam
memecahkan masalah sampah plastik, dilakukan beberapa pendekatan seperti daur
ulang, teknologi pengolahan sampah plastik, hingga pengembangan bahan plastik
baru yang dapat hancur dan terurai dalam lingkungan, yang dikenal dengan nama
plastik biodegradabel.
Dalam
makalah ini, secara khusus penulis akan membahas mengenai metode pengelolaan
sampah melalui proses pembakaran menggunakan insinerator dan proses daur ulang
untuk menangani hasil samping pembakaran tersebut. Diharapkan metode ini dapat
diterapkan di Indonesia
untuk menangani permasalahan lingkungan yang disebabkan karena ketidakmampuan
lingkungan (khususnya mikroorganisme) dalam merombak dan menguraikan sampah plastik.
II. SOLUSI PERMASALAHAN
SAMPAH PLASTIK
Pemakaian plastik terus meningkat dari
tahun ke tahun. Bahkan pada tahun 1992, sampah plastik menduduki urutan ketiga
dari seluruh produksi sampah di Bandung.
Sampah plastik sendiri merupakan sampah yang sulit terdegradasi. Hal itu
mengakibatkan pencemaran pada kelestarian lingkungan.
JENIS SAMPAH
|
1988 / 1989
(%)
|
1989 / 1990
(%)
|
1990 / 1991
(%)
|
1991 / 1992
(%)
|
Organik / sayuran
Kertas / paper
Plastik
Logam
Karet / kulit tiruan
Kayu
Kain
Gelas / Kaca
Lain-lain
|
73,35
9,74
8,56
0,54
-
-
1,32
0,43
6,14
|
73,35
9,70
8,50
0,50
-
-
1,32
0,43
7,46
|
73,35
9,70
8,50
0,50
-
-
1,32
0,43
7,46
|
73,25
9,70
8,58
0,50
0,40
3,60
0,90
0,43
2,64
|
Tabel 1. Persentase
Komposisi Sampah di Kodia Bandung Tahun 1992
Selama ini upaya penanganan sampah plastik dilakukan dengan metode sanitary landfill. Metode ini merupakan salah satu
pengolahan sampah terkontrol. Sampah dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir),
kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya di tutup dengan
tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara yang akn ditimbulkan sampah.
Pada bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran
limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dulu sebelum dibuang ke sungai
atau ke lingkungan. Pada sanitary
landfill tersebut juga dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil
aktivitas penguraian sampah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sanitary landfill , yaitu:
·
Semua landfill adalah warisan bagi generasi
mendatang.
·
Memerlukan
lahan yang luas.
·
Penyediaan
dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak lingkungan.
·
Aspek
sosial harus mendapat perhatian.
·
Harus
dipersiapkan instalasi drainase dan
sistem pengumpulan gas.
·
Kebocoran
ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat beracun).
·
Memerlukan
pemantauan yang terus menerus.

Gambar 1. Lokasi Sanitary Landfill
Metode
ini kurang efektif karena sering
menyebabkan pencemaran air tanah dan lingkungan di sekitar TPA. Bahkan belum
lama ini, di Bandung terjadi suatu bencana akibat TPA yang tidak memenuhi
persyaratan. Selain itu ada kemungkinan timbul
gas yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin
dihasilkan adalah: methan, H2S, NH3 dan lainnya Gas H2S
dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang
tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman
kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.
Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan
cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan
pemampatan sampah. Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang
berujung pada tambahan dana.
II.I
TEKNOLOGI INSINERATOR
Suatu solusi yang lebih baik perlu
dipikirkan. Solusi tersebut meliputi upaya pengurangan produksi sampah plastik
dan upaya pengolahan sampah yang telah ada.
A. Upaya pengurangan produksi sampah
dapat dilakukan dengan:
·
Penggunaan plastik yang biodegradabel
Banyak
penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan plastik yang biodegradabel.
Biasanya polimer plastik dicampur dengan zat pengotor tertentu yang menyebabkan
kekuatan ikatan polimer berkurang.
Berkurangnya kekuatan ikatan tersebut akan menyebabkan plastik lebih
mudah terurai oleh lingkungan. Proses penguraian dapat dipercepat dengan
memanfaatkan suatu dekomposer yang biasanya berupa mikroba.
- Pengurangan pemakaian plastik
Plastik
mungkin dapat digantikan dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan,
misalnya kantong belanja yang selama ini terbuat dari plastik dapat diganti
dengan kertas.
- Pembuatan undang-undang tentang sampah.
Undang-undang tentang sampah di Indonesia masih belum
jelas. Belum ada sanksi tegas bagi orang-orang yang membuang sampah sembarangan.
Keadaan semakin diperburuk dengan kurangnya kesadaran masyrakat tentang
pentingnya menjaga lingkungan. Masyarakat kurang mendapat pengetahuan tentang
bahaya membuang sampah sembarangan. Satu hal penting yang
harus dilakukan oleh pemerintah adalah penerapan kebijakan, antara lain:
a)
Penegakan
hukum lingkungan terhadap pencemar lingkungan.
b)
Pemberlakuan
eco-labelling untuk produksi bersih.
c) Pemberlakuan eco-balancing di industri, yang didukung dengan pemberian
penghargaan atau Kalpataru.
Selain itu, untuk mempermudah penanganan
sampah perlu suatu UU Pengumpulan Sampah Terpilah dan Daur Ulang Kaleng dan Kemasan. Dalam undang-undang itu
diperjelas tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan
produksi, dan para konsumen. Para konsumen bertanggung jawab untuk
memilah-milah sampah masing-masing (sampah basah, sampah kering yang
dipilah-pilah lagi menjadi botol gelas dan plastik, kaleng aluminium, dan
kertas), sedangkan pemerintah daerah bertanggung jawab mengorganisasi
pengumpulan sampah itu untuk diserahkan ke pabrik pendaur ulang. Pabrik pendaur
ulang ini bertanggung jawab untuk mendaur ulang bahan yang sudah dipilah-pilah
dan dikumpulkan itu.
Seharusnya pemilahan sampah harus
sudah dimulai dari tingkat rumah tangga. Sampah rumah tangga hendaknya
telah dipisah menjadi sampah organik dan anorganik (termasuk plastik)
selanjutnya pemilahan juga dilakukan oleh tingkat yang lebih tinggi, misalnya pasar swalayan (yang lebih bisa diatur daripada pasar
tradisional), kantor-kantor, hotel, dan apartemen. Pemerintah juga harus
menyediakan bak sampah tersendiri untuk tiap bahan sehingga rakyat yang
sebelumnya sudah diberi penerangan dan buku panduan tinggal memasukkan bahan
yang bersangkutan ke bak khusus ini. Tidak dicampur-aduk seperti sampah rumah
tangga "primitif" sebelumnya.
B. Upaya
pengolahan sampah yang telah ada.
Pada makalah ini, solusi yang lebih banyak dibahas ialah
upaya pengolahan sampah yang telah ada. Sampah plastik diolah sedemikian rupa
sehingga dapat berkurang jumlahnya. Alhasil pengolahan diharapkan dapat
dimanfaatkan lebih lanjut. Pengolahan sampah dilakukan dengan metode pembakaran
yang dipadukan dengan daur ulang sampah plastik. Metode ini telah menunjukkan keberhasilan di
negara-negara maju, misalnya Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat.
Pembakaran ialah metode yang sudah umum
digunakan. Metode ini membutuhkan suatu insinerator (mesin pembakar) sampah. Sampah padat dibakar di dalam
insinerator. Hasil pembakaran adalah gas dan residu pembakaran. Penurunan
volume sampah padat hasil pembakaran dapat mencapai 70%. Cara ini relatif lebih
mahal dibanding dengan sanitary landfill,
yaitu sekitar tiga kali lipatnya.
Kelebihan
sistem pembakaran ini adalah:
·
Membutuhkan
lahan yang relatif kecil dibanding sanitary
landfill.
·
Dapat
dibangun di dekat lokasi industri.
·
Residu
hasil pembakaran relatif stabil dan hampir semuanya bersifat anorganik.
·
Dapat
digunakan sebagai sumber energi, baik untuk pembangkit uap, air panas, listrik,
dan pencairan logam.
Kekurangannya terletak pada mahalnya investasi, tenaga kerja, biaya
perbaikan dan pemeliharaan, serta masih membuang residu, juga menghasilkan gas.
Secara umum proses pembakaran di dalam insinerator adalah:
·
Sampah
yang dapat dibakar dimasukkan di dalam tempat penyimpan atau penyuplai.
·
Berikutnya
sampah diatur sehingga rata lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakar.
·
Hasil
pembakaran berupa abu, selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai penutup sampah
pada landfill.
·
Sedangkan
hasil berupa gas akan dialirkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan scrubber atau ditampung untuk
dimanfaatkan sebagai pembangkit energi.
Salah satu insinerator
yang dapat digunakan ialah insinerator Thermocontrol (TOHO-Japan). Insinerator ini bekerja secara otomatis
mengatur suhu. Akan berhenti secara otomatis bila suhu tertinggi telah tercapai
dan akan bekerja kembali pada suhu yang telah diatur.
![]() |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Cara Kerja:
Tungku pembakaran pada Incinerator masing - masing berfungsi
menyempurnakan hasil pembakaran pada tungku sebelumnya.Sampah yang terkumpul
dibakar pada suhu 600-1200° C dalam waktu 10-30 menit. Asap yang masih
berwarna hitam pekat dan berbau disaring pada tungku selanjutnya sehingga
menghasilkan asap dan bau yang ramah lingkungan.
![]() ![]() |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
![]() |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Specification:
|
V
|
1.5 m3
|
1 m3
|
0.5 m3
|
0.3 m3
|
0.04 m3
|
0.025 m3
|
Panjang (mm)
|
2700
|
2300
|
2300
|
2100
|
600
|
600
|
Lebar (mm)
|
1350
|
1150
|
1150
|
1150
|
700
|
600
|
Tinggi (mm)
|
1750
|
2300
|
1200
|
1200
|
1000
|
|
Teknologi insinerator sering dianggap tidak ramah lingkungan karena akan
mengeluarkan suatu gas beracun. Padahal teknologi pembakaran sampah itu
ternyata sama sekali tidak menimbulkan masalah pencemaran udara. Kuncinya hanya
satu: teknologi itu benar-benar diterapkan sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratannya.
Teknologi ini mengurangi volume sampah hingga 10%. Insinerator
menghasilkan dua macam limbah, yaitu debu dan sampah yang tidak habis terbakar.
Sisa sampah yang tidak habis terbakar didaur ulang dan digunakan kembali.
Sedangkan debu yang sudah dikumpulkan dan tidak bisa digunakan kembali dapat
ditimbun di tempat penimbunan yang berada di tengah laut.
II.2
DAUR ULANG
Daur ulang merupakan proses yang
dilakukan terhadap sampah sampah plastik untuk dapat dimanfaatkan lagi, baik di
buat menjadi jenis plastik dan fungsi yang sama maupun menjadi jenis dan fungsi
yang berbeda. Hal ini tergantung pada metode daur ulang yang digunakan dan
jenis plastik yang di daur ulang. Sejauh ini, banyak jenis plastik yang dapat
didaur ulang, seperti polietilen, polipropilen, polistiren, dll, tetapi ada
juga jenis platik yang tidak dapat di daur ulang, seperti
styrofoam dan plastik multilayer. Metode daur ulang ulang
yang dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
- Metode generik
Jenis plastik bekas yang
sama dikumpulkan, kemudian dilelehkan dan dimasukkan ke dalam cetakan yang
sesuai menghasilkan produk plastik yang sama dengan kualitas sifat fisik yang
lebih rendah.
Cara yang lebih baik
dapat juga dilakukan dengan menggunakan
alat extruder. Ke dalam alat ini akan dimasukkan semua jenis plastik, kemudian
dilelehkan pada suhu tertentu dan dimasukkan pada cetakan yang sesuai dengan
produk yang diinginkan.
- Depolimerisasi
Teknik ini dilakukan
untuk memproses plastik yang terdekomposisi menghasilkan senyawa dasar
penyusunnya, yaitu monomernya. Dari monomer ini kemudian dapat dilakukan
polimerisasi, menghasilkan polimer plastik yang sama dan kualitas yang tidak
berubah. Monomer-monomer yang dihasilkan dimurnikan terlebih dahulu sebelum
polimerisasi. Pemurnian dapat dilakukan dengan
size-exclusion chromatography dan reversed-phase liquid chromatography.
Depolimerisasi dilakukan
dengan melarutkan polimer plastik dengan pelarut air superkritis (ScH2O). Air pada kondisi superkritis
adalah air suhu di atas 374oC dan tekanan di atas
220 atm. Jika dilihat pada gambar
diagram fasa di bawah(Gbr. 1), air pada kondisi ini adalah pada warna coklat
muda. Air pada kondisi ini memiliki sifat yang berbeda dengan air pada kondisi
normal, yakni pada suhu kamar dan tekanan 1 atmosfer. Pada kondisi yang
superkritis, air mampu melarutkan
polimer plastik. Setelah pengkajian lebih lanjut, ternyata pemanfaatan
kondisi superkritis pelarut
Tidak hanya pada air
saja, tetapi juga pelarut-pelarut lain seperti methanol dan toluene. Hanya
saja ScH2O memiliki
kelunggulan lebih karena antara lain
harganya murah, tidak beracun, serta tidak mudah terbakar dan meledak. Tidak
menghasilkan jelaga atau karbon karena reaksinya dalam sistem tertutup. Reaksi
ini juga dapat dilakukan tanpa menggunakan katalis. Namun, kekurangannya, ScH2O
memerlukan suhu dan tekanan kritis yang lebih tinggi dibandingkan fluida lain.
Bandingkan dengan metanol dan toluen yang memerlukan suhu 239,5oC
dan 318,6oC serta tekanan 8.10 dan 4.11 Mpa. Di samping itu,
keasaman air akan meningkat pada suhu tinggi, yang ditunjukkan oleh kenaikan
konsentrasi ion hidrogen 30 kali lipat dibandingkan dengan air pada kondisi
normal.
![[Phase Diagram]](file:///C:\Users\ANIMOZ~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image009.gif)
Gbr
1. Diagram fasa air
Depolimerisasi polietilen tereftalat
(PET) menjadi monomer dimetil tereftalat dan etilen glikol adalah salah satu
proses menggunakan methanol superkritis. Suhu yang digunakan adalah 573-623 K
dan tekanan 220 MPa. Reaksi berlangsung
selama 2-120 menit.
Penelitian lebih lanjut terhadap daur
ulang menggunakan pelarut kondisi superkritis menghasilkan hasil yang lebih
baik. Produk yang dihasilkan bukan monomer yang memerlukan polimerisasi lebih
lanjut, yang mana hal ini memerlukan syarat kondisi yang baik termasuk
kemurnian monomer. Konsep yang lebih baik adalah degradasi plastik menggunakan
pelarut superkritis menghasilkan produk akhir air, karbon dioksida, dan
garam-garam anorganik. Meskipun sebenarnya masih memerlukan penanganan lebih
lanjut.

![]() |
III. KESIMPULAN
Solusi-solusi yang telah dilakukan pemerintah Indonesia, sampai saat ini belum
dapat menyelesaikan masalah sampah plastik yang ada. Walaupun metode teknologi
insenerator dan daur ulang ini memakan biaya yang mahal, tapi jika
pelaksanaannya dilakukan secara efektif, cara ini benar-benar dapat mengurangi
penimbunan sampah plastik. Masalah
sampah plastik tidak akan dapat diselesaikan tanpa kerjasama dari banyak pihak.
Karena itu, dibutuhkan kerjasama dan perhatian dari banyak pihak, termasuk
masyarakat, agar masalah sampah ini dapat terselesaikan dan tidak membawa
dampak buruk bagi lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar